xmlns:fb='http://www.facebook.com/2008/fbml' Jendela Informasi: Bab II

Pages

Bab II

TEORI PENUNJANG

2.1. Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan peneliti lain.
Penelitian ini dilakukan oleh Hapsoro (2008) dengan judul “Hubungan Kemampuan Pegawai dan Motivasi Pegawai Terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Dalam Rangka Peningkatan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap”. Penelitian ini menggunakan variabel kemampuan kerja pegawai (X1) dan motivasi kerja (X2) dengan variabel efektifitas kerja (Y). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kemampuan kerja pegawai dan motivasi kerja terhadap efektivitas kerja. Penelitian ini menyimpulkan adanya hubungan yang positip dan signifikan antara variabel X dengan variabel Y.
Yuliana (2006) dengan judul penelitian “Pengaruh Kemampuan Intelektual dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru Mata Diklat Produktif Penjualan di SMK Bisnis dan Manajemen se Kabupaten Kebumen. Universitas Negeri”. Penelitian ini menggunakan kemampuan intelektual dan motivasi kerja sebagai variable bebas (X) serta kinerja guru sebagai variabel terikat (Y). Penelitian ini menyimpulkan bahwa variabel X memberikan pengaruh positip dan signifikan terhadap variabel Y. Namun sebagian kinerja guru mata diklat masih rendah.
Selanjutnya Khoiriyah (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Upah dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada CV. Aji Bali Jayawijaya Surakarta. Penelitian ini menggunakan upah dan lingkungan kerja sebagai variable bebas (X) dan kepuasan kerja sebagai variable terikat (Y). Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwasanya pemberian upah dan lingkungan kerja secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan CV. Aji Bali Jayawijaya.

Tabel 2. Theoritical Mapping Penelitian
No Nama Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Variabel dan Pengukuran Hasil Temuan
1. Estu Hapsoro (2008)
Hubungan Kemampuan Pegawai dan Motivasi Pegawai Terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Dalam Rangka Peningkatan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap Kemampuan kerja pegawai (X1) dan motivasi kerja (X2) dengan variabel efektifitas kerja (Y). Penelitian ini menyimpulkan adanya hubungan yang positip dan signifikan antara variabel X dengan variabel Y.

2. E.Yuliana (2006) Pengaruh Kemampuan Intelektual dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru Mata Diklat Produktif Penjualan di SMK Bisnis dan Manajemen se Kabupaten Kebumen. Universitas Negeri Penelitian ini menggunakan kemampuan intelektual dan motivasi kerja sebagai variable bebas (X) serta kinerja guru sebagai variabel terikat (Y). Penelitian ini menyimpulkan bahwa variabel X memberikan pengaruh positip dan signifikan terhadap variabel Y. Namun sebagian kinerja guru mata diklat masih rendah.
3. Khoiriyah. (2009) Pengaruh Upah dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada CV. Aji Bali Jayawijaya Surakarta Penelitian ini menggunakan upah dan lingkungan kerja sebagai variable bebas (X) dan kepuasan kerja sebagai variable terikat (Y) Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwasanya pemberian upah dan lingkungan kerja secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan CV. Aji Bali Jayawijaya.


2.2. Shift Kerja (Work Shift)
Shift kerja merupakan suatu pilihan (alternatif) yang diambil atau yang dipilih oleh sekelompok para pekerja (perjam kerja), yang mana pada umumnya kerja shift ini digunakan untuk mendukung atau menunjang beberapa pekerjaan ataupun tugas-tugas dari para pekerja tersebut, sehingga suatu proses operasi produksi, baik produksi barang/jasa dapat berjalan lebih panjang/lama dari pada menggunakan satu shift. Mengatur jam kerja shift memerlukan beberapa orang tenaga kerja untuk bekerja dalam satu periode waktu tertentu yang mana biasanya dilakukan mulai pukul 7.00 pagi hingga 7.00 malam perperiode waktu. Walaupun demikian periode waktu ini dapat diterapkan dengan memberlakukan giliran yang biasanya kebijakan ini tergantung dari kebijakan manajemen perusahaan. Kerja shift seharusnya tidak membuat para pekerja menjadi lelah dan stress dengan adanya jam kerja yang berlebihan, dimana biasanya para pekerja bekerja dalam waktu yang begitu banyak/panjang yang mana tidak dapat diprediksi serta penentuannya yang tidak memiliki aturan yang baku. (Thierry dan Meijman, 1994).
Banyaknya perbedaan tempat kerja dapat digunakan sebagai suatu acuan untuk membedakan/mengklasifikasikan “shift kerja”. Para peneliti telah menemukan serta membahas pembagian jadwal kerja shift berdasarkan ciri utama, yang mana adanya cirri-ciri utama ini nantinya akan digunakan untuk membuat dan merancang jadwal shift. Kogi (2001) menggunakan empat (4) ciri utama dalam mengklasifikasikan sistem shift, yaitu: (1) Apakah jadwal jam kerja seseorang dirubah/dirotasi (baik secara harian/mingguan), (2) Apakah bekerja pada jam malam hari selalu di masukkan kedalam sistum shift kerja atau tidak?, (3) Apakah selama 24 jam selalu digunakan dalam bekerja?, (4) Apakah pada akhir pekan juga selalu digunakan untuk melakukan pekerjaan atau tidak?

2.3. Kinerja Kerja
2.3.1. Definisi Kinerja
Kinerja yaitu suatu hasil kerja yang dihasilkan oleh seorang karyawan diartikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000, p:67) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, mengemukakan pengertian kinerja sebagai berikut: kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikanya.
Selanjutnya peneliti juga akan mengemukakan tentang definisi kinerja karyawan menurut Bernandin & Russell (1993, p:135) yang dikutip oleh Faustino cardoso gomes dalam bukunya yang berjudul Human Resource Management,
Performansi adalah catatan yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu.

Berdasarkan uraian tersebut di atas mengungkapkan bahwa dengan hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melakukan suatu pekerjaan dapat dievaluasi tingkat kinerja pegawainya, maka kinerja karyawan harus dapat ditentukan dengan pencapaian target selama periode waktu yang dicapai organisasi.

2.3.2. Ukuran dan Fakor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Bernandin & Russell (1993, p:135) yang dikutip oleh Faustino cardoso gomes dalam bukunya Human Resource Managemen yaitu sebagai berikut :
1. Quantity of work : jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan.
2. Quality of work : kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapanya.
3. Job Knowledge : luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilanya.
4. Creativeness : keaslian gagasan –gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
5. Cooperation : kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain atau sesama anggota organisasi
6. Dependability : kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja.
7. Initiative : semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya.
8. Personal Qualities : menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan dan integritas pribadi.
(http://intanghina.wordpress.com/2008/04/28/pengaruh-budaya-perusahaan-dan-lingkungan-kerja-terhadap-kinerja-karyawan/)

Untuk menghasilkan suatu kinerja yang optimal dibutuhkan suatu pemikiran bagaimana caranya manajemen memanfaatkan peluang peluang dan menghindari hambatan hambatan yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja.
Nitisemito (1991, p;34) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dalam bekerja, diantaranya :
1. Motivasi dan sikap kerja
2. Kesejahteraan karyawan
3. Teknologi dan sarana kerja
4. Peran manajerial pimpinan
5. Kesempatan kerja
6. Faktor-faktor yang terdapat pada karyawan itu sendiri :
a. Tingkat pendidikan
b. Latihan-latihan.
(http://dspace.widyatama.ac.id/bitstream/handle/10364/875/content%203.pdf?sequence=3)

2.3.3. Indikator Kinerja
Menurut Sugiyono (1990, p;56) , menyebutkan bahwa ada beberapa tolak ukur yang dapat digunakan untuk menilai kinerja karyawan , diantaranya adalah :
1. Kualitas Kerja
Kualitas kerja merujuk pada hasil (output) yang telah dilaksanakan oleh para karyawan. Apabila hasil yang dilaksanakan oleh para karyawan telah sesuai dengan prosedur dan sistim kerja yang telah ditetapkan atau dalam arti telah memberikan hasil sesuai dengan kebutuhan bahkan mampu memberkan perbaikan-perbaikan kerja yang signifikan, maka dapat dikatakan bahwa kinerja kerja dilihat dari kualitas kerja sudah baik.


2. Kuntitas Kerja
Kuntitas kerja yaitu banyaknya kerja yang telah dilaksanakan. Apabila kuantitas kerja karyawan telah memenuhi standar yang telah ditetapkan atau bahkan melebihi standar, maka dapat dikatakan bahwa kinerja para pegawai jika dilihat dari kuantitas kerja sudah baik.
3. Kreativitas Kerja
Maksudnya ada keinginan dari karyawan untuk secara terus menerus mencari berbagai gagasan dan cara penyelesaian tugas-tugasnya engan baik. Disamping itu secara sukarela karyawan selalu memberikan berbagai saran dan masukan untuk perbaikan dalam hal produktivitas perusahaan.
4. Efisiensi Kerja
Efisiensi dalam hal ini kemampuan menyelesaikan suatu pekerjaan sesuai dengan rencana dan tujuan yang telah ditetapkan dengan tidak membuang banyak waktu, tenaga dan biaya. Apabila hal tersebut dapat terealisasi, maka dapat dikatakan bahwa kinerja kerja dilihat dari segi efisiensi sudah baik.
5. Efektifitas Kerja
Dalam melaksanakan pekerjaannya, karyawan selalu menggunakan sarana dan fasilitas serta waktu secara efektif dan efisienguna meningkatkan efektifitas kerjanya.
6. Kedisiplinan
Dalam rentang masa kerjanya, karyawan memiliki tingkat kedisplinan yang baik, seperti ia jarang atau bahkan tidak pernah absent untuk sesuatu yang tidak penting selama karyawan tersebut bekerja.
7. Kerjasama
Dalam menjalankan aktivitas kerjanya, karyawan dapat berperan sebagai anggota maupun pemimpin tim kerjasama yang baik dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaannya.
8. Hubungan Kerja
Hubungan antar pribadi dengan semua tingkatan manajemen dalam perusahaan berlangsung dengan baik dan harmonis.
9. Loyalitas (Kesetiaan)
Dalam hal ini karyawan selalu mempunyai sikap yang loyal terhadap perusahaan sehingga dalam menjalankan aktivitas kerjanya, karyawan selalu bersikap positip terhadap tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya.
10. Latar Belakang dan Keterampilan
Berdasarkan latar belakang dan ketrampilan yang dimiliknya, karyawan memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik terhadap pekerjaannya serta mau menerapkannya dalam pekerjaan yang diberikan kepadanya. Disamping itu, dengan latar belakang pendidikannya, karyawan tersebut dapat mampu mempelajari sesuatu hal yang baru dengan cepat.

2.4. Lingkungan Kerja
2.4.1 Definisi Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksnakan proses produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut. Lingkungan kerja yang memusatkan bagi karyawannya dapat meningkatkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja dan akhirnya menurunkan motivasi kerja karyawan.
Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksnakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rencangan sistem kerja yang efisien.
Beberapa ahli mendifinisikan lingkungan kerja antara lain sebagai berikut:
1. Alex S Nitisemito (2000, p;183) mendefinisikan lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan.
2. Sedarmayati (2001, p;1) mendefinisikan lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.
Dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik yang berbentuk fisik ataupun non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaanya saat bekerja.

2.4.2. Jenis Lingkungan Kerja
Sedarmayanti (2001, p;21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni : (a) lingkungan kerja fisik, dan (b) lingkungan kerja non fisik.

A. Lingkungan Kerja Fisik
Menurut Sedarmayanti (2001, p;21), “Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun scara tidak langsung”.
Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni :
1. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (Seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya)
2. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya: temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain.
Untuk dapat memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap karyawan, maka langkah pertama adalah harus mempelajari manusia, baik mengenai fisik dan tingkah lakunya maupun mengenai fisiknya, kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai.

B. Lingkungan Kerja Non Fisik
Menurut Sadarmayanti (2001, p;31), “Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan”. Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.
Menurut Alex Nitisemito (2000, p;171-173) Perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri.
Suryadi Perwiro Sentoso (2001, p;19-21) yang mengutip pernyataan Prof. Myon Woo Lee sang pencetus teori W dalam Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia, bahwa pihak manajemen perusahaan hendaknya membangun suatu iklim dan suasana kerja yang bisa membangkitkan rasa kekeluargaan untuk mencapai tujuan bersama. Pihak manajemen perusahaan juga hendaknya mampu mendorong inisiatif dan kreativitas. Kondisi seperti inilah yang selanjutnya menciptakan antusiasme untuk bersatu dalam organisasi perusahaan untuk mencapai tujuan.

2.4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja
Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi, Keadaan lingkungan yang kurang baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja.
Berikut ini beberapa faktor yang diuraikan Sedarmayanti (2001, p;21) yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan, diantaranya adalah :
1. Penerangan/cahaya di tempat kerja
2. Temperatur/suhu udara di tempat kerja
3. Kelembaban di tempat kerja
4. Sirkulasi udara di tempat kerja
5. Kebisingan di tempat kerja
6. Getaran mekanis di tempat kerja
7. Bau tidak sedap ditempat kerja
8. Tata warna di tempat kerja
9. Dekorasi di tempat kerja
10. Musik di tempat kerja
11. Keamanan di tempat kerja
Berikut ini akan diuraikan masing-masing faktor tersebut dikaitkan dengan kemampuan manusia, yaitu :
1. Penerangan/Cahaya di Tempat Kerja
Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada skhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai.
Pada dasarnya, cahaya dapat dibedakan menjadi empat yaitu :
a. Cahaya langsung
b. Cahaya setengah langsung
c. Cahaya tidak langsung
d. Cahaya setengah tidak langsung

2. Temperatur di Tempat Kerja
Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh.
Menurut hasil penelitian, untuk berbagai tingkat temperatur akan memberi pengaruh yang berbeda. Keadaan tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap karyawan karena kemampuan beradaptasi tiap karyawan berbeda, tergantung di daerah bagaimana karyawan dapat hidup.

3. Kelembaban di Tempat Kerja
Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasa dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara, dan secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan temperatur udara sangat panas dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran, karena sistem penguapan. Pengaruh lain adalah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antar panas tubuh dengan suhu disekitarnya.

4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja
Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh mahluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metabolisme. Udara di sekitar dikatakan kotor apabila oksigen, dalam udara tersebut telah berkurang dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman di sekitar tempat kerja. Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan olah manusia. Dengan sukupnya oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis akibat adanya tanaman di sekitar tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja.

5. Kebisingan di Tempat Kerja
Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius bisa menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat.
Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentuikan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu :
a. Lamanya kebisingan
b. Intensitas kebisingan
c. Frekwensi kebisingan
Semakin lama telinga mendengar kebisingan, akan semakin buruk akibatnya, diantaranya pendengaran dapat makin berkurang.

6. Getaran Mekanis di Tempat Kerja
Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis, yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh karyawan dan dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Getaran mekanis pada umumnya sangat menggangu tubuh karena ketidak teraturannya, baik tidak teratur dalam intensitas maupun frekwensinya. Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila frekwensi alam ini beresonansi dengan frekwensi dari getaran mekanis.
Secara umum getaran mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal :
a. Kosentrasi bekerja
b. Datangnya kelelahan
c. Timbulnya beberapa penyakit, diantaranya karena gangguan terhadap : mata, syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain,-lain.
7. Bau-bauan di Tempat Kerja
Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi terus menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Pemakaian “air condition” yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang menganggu di sekitar tempat kerja.

8. Tata Warna di Tempat Kerja
Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi karena warna mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang, sedih, dan lain-lain, karena dalam sifat warna dapat merangsang perasaan manusia.


9. Dekorasi di Tempat Kerja
Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang kerja saja tetapi berkaitan juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja.

10. Musik di Tempat Kerja
Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana, waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan untuk bekerja. Oleh karena itu lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk dikumandangkan di tempat kerja. Tidak sesuainya musik yang diperdengarkan di tempat kerja akan mengganggu konsentrasi kerja.

11. Keamanan di Tempat Kerja
Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas Keamanan.

2.5. Kemampuan Karyawan
2.5.1. Definisi Kemampuan Karyawan
Kemampuan (ability) merupakan suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan (Robbins, 2001), sedangkan Kast dan Rosenzweig menyatakan bahwa kemampuan atau kesanggupan merupakan fungsi dari pengetahuan dan skill manusia serta kemampuan teknologi. ability memberikan indikasi tentang berbagai kemungkinan prestasi. (Triswantara: 2008, p;15)
Menurut Gibson (1997) mengatakan bahwa kemampuan menunjukkan kecakapan seseorang seperti kecerdasan dan keterampilan. Jumlah usaha yanag dikerahkan berhubungan dengan tingkat kemampuan. Kemampuan secara luas mencakup segala hal yang pernah diketahui tentang sesuatu objek tertentu. Triswantara (2008)
2.5.2. Fungsi Kemampuan Karyawan
Prestasi kerja merupakan perpaduan antara motivasi dan kemampuan dalam menyelesaikan pekerjaannya atau prestasi seseorang bergantung pada keinginan untuk berprestasi dan kemampuan yang bersangkutan untuk melakukannya karena pencapaian prestasi berkaitan dengan kemampuan menyelesaikan tujuan yang menantang (challenging goal). (Lower dan Porter, 1968 dalam Triswantara, 2008, p:16)
Kemampuan seseorang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Ini berarti bahwa dalam menyelesaikan suatu pekerjaan selalu masih tersedia suatu tingkat kemampuan yang belum digunakan seseorang. (Sudarmo dan Sudita, 2001 dalam Triswantara, 2008)
2.5.3. Indikator Kemampuan Karyawan
1. Kemampuan Berinteraksi
Sub indikator ini berkenaan dengan kemampuan pegawai untuk dapat berkomunikasi dengan baik kepada atasan maupun dengan sesama rekan kerja, termasuk dalam menyampaikan gagasan maupun saran-saran. Komunikasi yang tercipta antara pegawai kepada atasan dapat dikatakan sudah berjalan efektif. Dalam artian mereka dapat menerima, memahami serta melaksanakan perintah pimpinan dengan baik. Sedangkan responden yang menjawab kurang efektif beralasan karena terkadang mereka merasa kurang paham dengan tugas atau perintah yang diberikan sehingga memerlukan penjelasan lebih lanjut mengenai tugas tersebut. Selain itu mereka takut terjadi kesalahpahaman mengenai tugas yang diberikan
2. Kemampuan Konseptual
Sub indikator ini berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki pegawai/karyawan secara pribadi. Kemampuan tersebut meliputi pendidikan formal dan non formal yang pernah diterima, kemampuan mengambil keputusan, merespon tuntutan dan kemampuan untuk mengetahui struktur kerja
3. Kemampuan Administrasi
Kemampuan ini berkaitan dengan kemampuan karyawan untuk mematuhi peraturan yang ditetapkan, mengembangkan dan mengikuti kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan sampai pada mengelola barang-barang yang menjadi fasilitas kantor. Sudah dapat dikatakan baik karena mereka selalu menyelesaikannya dengan tepat waktu. Hal ini dikarenakan setiap pegawai sudah mengetahui dengan
benar apa yang telah menjadi tugasnya. Selain itu terdapat prosedur kerja yang dijadikan acuan mereka dalam menyelesaikan tugas. Hanya saja mengenai pengelolaan fasilitas kantor, baik yang berupa barang maupun keuangan, selama ini para karyawan masih sering mengalami kesulitan. Menurut mereka pengaturan terhadap barang-barang kantor masih kurang baik dan terbuka.
4. Kemampuan Teknis
Sub indikator ini berkaitan dengan kemampuan pegawai menggunakan fasilitas pendukung kerja yang disediakan dan bagaimana pengalaman karyawan berkaitan dengan cara menyelesaikan pekerjaan yang diberikan. (Hapsoro, 2008. p;8-11)

2.6. Motivasi Kerja
2.6.1. Definisi Motivasi
Ada beberapa definisi motivasi yang dikemukakan oleh beberapa para ahli, diantaranya yaitu:
1. Robbins (2001, p;166) menyatakan definisi dari motivasi yaitu : kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi beberapa kebutuhan individual.
2. Sondang P. Siagian menyatakan bahwa motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk menggerakkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya (Soleh Purnomo,2004, p;36).
3. Hasibuan (2003, p;95) menyatakan bahwa motivasi berasal dari kata dasar motif, yang mempunyai arti suatu perangsang, keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang. Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama dengan efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan (Yuliana, 2006).
4. Robbins (2001, p;166) menyatakan definisi motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual. Kebutuhan terjadi apabila tidak ada keseimbangan antara apa yang dimiliki dan apa yang diharapkan.
Dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud motivasi kerja adalah sesuatu yang dapat menimbulkan semangat atau dorongan bekerja individu atau kelompok terhadap pekerjaan guna mencapai tujuan.
Dari pengertian ini, jelaslah bahwa dengan memberikan motivasi yang tepat, maka karyawan akan terdorong untuk berbuat semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya dan mereka akan meyakini bahwa dengan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, maka kepentingan-kepentingan pribadinya akan terpelihara pula.


2.6.2. Faktor-Faktor Motivasi
Sunarti (2003, p;22) menyatakan ada tiga faktor utama yang mempengaruhi motivasi yaitu perbedaan karakteristik individu, perbedaan karakteristik pekerjaan, dan perbedaan karakteristik lingkungan kerja. Dalam rangka mendorong tercapainya produktivitas kerja yang optimal maka seorang manajer harus dapat mempertimbangkan hubungan antara ketiga faktor tersebut dan hubungannya terhadap perilaku individu. Pada dasarnya motivasi individu dalam bekerja dapat memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan produktivitas kerja individu yang berdampak pada pencapaian tujuan dari organisasi.
Soleh Purnomo (2004, p;37) menyatakan ada tiga faktor sebagai sumber motivasi yaitu:
1. Kemungkinan untuk berkembang,
2. Jenis pekerjaan, dan
3. Apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagi dari perusahaan tempat mereka bekerja.
Disamping itu ada beberapa aspek yang berpengaruh terhadap motivasi kerja individu, yaitu rasa aman dalam bekerja, mendapatkan gaji yang adil dan kompetitif, lingkungan kerja yang menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja dan perlakuan yang adil dari manajemen.

2.6.3. Teori–Teori Motivasi
Teori-teori motivasi kerja banyak lahir dari pendekatan–pendekatan yang berbeda–beda, hal itu terjadi karena yang dipelajari adalah perilaku manusia yang komplek. Jadi teori–teori ini perlu bagi organisasi dalam memahami karyawan dan mengarahkan karyawannyauntuk melakukan sesuatu.
a. Teori Motivasi Dua Faktor atau Teori Iklim Sehat Herzberg.
Herzberg berpendapat bahwa ada dua faktor ekstrinsik dan instrinsik yang mempengaruhi seseorang bekerja. Termasuk dalam faktor ekstrinsik (hygienes) adalah hubungan interpersonal antara atasan dengan bawahan, teknik supervisi, kebijakan administratif, kondisi kerja dan kehidupan pribadi. Sedangkan faktor instrinsik (motivator) adalah faktor yang kehadirannya dapat menimbulkan kepuasaan kerja dan meningkatkan prestasi atau hasil kerja individu. Menurut siswanto (1990, p;137), motivasi seseorang akan ditentukan motivatornya, yang meliputi: prestasi (Achievement), penghargaan (Recognition), tantangan (Challenge), tanggungjawab (Responsibility), pengembangan (Development), keterlibatan (Involvement), dan kesempatan (Opportunity).
Dalam teori motivasi herzberg, faktor-faktor motivator meliputi: prestasi, pengakuan, tanggungjawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri dan kemungkinan berkembang.
(a). Prestasi (achievment) adalah kebutuhan untuk memperoleh prestasi di bidang pekerjaan yang ditangani. Seseorang yang memiliki keinginan berprestasi sebagai kebutuhan “need” dapat mendorongnya mencapai sasaran.
(b). Pengakuan (recoqnition) adalah kebutuhan untuk memperoleh pengakuan dari pimpinan atas hasil karya/hasil kerja yang telah dicapai.
(c). Tanggungjawab (responbility) adalah kebutuhan untuk memperoleh tanggungjawab dibidang pekerjaan yang ditangani.
(d). Kemajuan (advencement) adalah kebutuhan untuk memperoleh peningkatan karier (jabatan).
(e). Pekerjaan itu sendiri (the work it self) adalah kebutuhan untuk dapat menangani pekerjaan secara aktif sesuai minat dan bakat.
(f). Kemungkinan berkembang (the possibility of growth) adalah kebutuhan untuk memperoleh peningkatan karier. (Yuliana, 2006, p;34-35)
Frederick Herzberg memilah herarki kebutuhan maslow menjadi kebutuhan tigkat rendah (fisiologis, rasa aman, dan sosial) dan kebutuhan tingkat tinggi (penghargaan dan aktualisasi diri). Herzberg mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi seseorang adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat tingginya.
Herzberg mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi seseorang adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat tingginya. Herzberg mengatakan bahwa memberikan seseorang kenaikan gaji atau kondisi kerja yang baik tidak dapat memotivasinya karena kebutuhan tingkat rendah dapat dipenuhi secara cepat. Implikasi teori ini ialah bahwa seorang pekerja mempunyai persepsi berkarya tidak hanya sekedar mencari nafkah, akan tetapi sebagai wahana untuk memuaskan berbagai kepentingan dan kebutuhannya, bagaimanapun kebutuhan itu dikategorisasikan. (Yuliana, 2006, p;37)

b. Teori Motivasi Prestasi Kerja David Mc.Clelland.
Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan yaitu: (a). Kekuatan motif dan kekuatan dasar yang terlibat; (b). Harapan dan keberhasilannya; dan (c). Nilai insentif yang terletak pada tujuan.
Menurut Mc.Clelland kebutuhan manusia yang dapat memotivasi gairah kerja dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
1. Kebutuhan akan prestasi, karyawan akan antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan kemungkinan untuk hal itu diberi kesempatan, seseorang menyadari bahwa dengan hanya mencapai prestasi kerja yang tinggi akan dapat memperoleh pendapatan yang besar, dengan pendapatan yang besar ia dapat memenuhi kebutuhan– kebutuhannya.
2. Kebutuhan akan afiliasi seseorang karena kebutuhan afiliasi akan memotivasi dan mengembangkan diri serta memanfaatkan semua energinya.
3. Kebutuhan akan kekuasaan, kebutuhan ini merupakan daya penggarak yang memotivasi semangat kerja seorang karyawan. Ego manusia yang ingin berkuasa lebih dari manusia lainnya akan menimbulkan persaingan, persaingan ini oleh manajer ditumbuhkan secara sehat dalam memotivasi bawahannya supaya termotivasi untuk bekerja giat.

Pada teori yang dicapai dari Mc.Clelland gaji/upah, penting sebagai suatu sumber umpan balik kinerja untuk kelompok karyawan yang berprestasi tinggi (High Achivers) ia dapat bersifat atraktif bagi orang-orang yang memiliki kebutuhan tinggi akan afiliasi, apabila hal tersebut diberikan sebagai bonus kelompok, dan ia sangat dinilai tinggi oleh orang-orang yang memiliki kebutuhan tinggi akan kekuasaan, sebagai alat untuk membeli prestise atau mengendalikan pihak lain (Winardi, 2001, p;156).

b. Teori Motivasi Abraham Maslow.
Maslow mengemukakan teori motivasi berdasarkan jenjang kebutuhan individu. Ia melihat bahwa semua individu yang bekerja mempunyai tahap kebutuhan dasar yang akan dicapai dalam pekerjaannya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut menurut Maslow (Robbin, 2003, p;167) adalah sebagai berikut :
a. Kebutuhan fisiologis (Physiological Needs), yaitu kebutuhan yang paling dasar dan bersifat primer yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup, antara lain rasa lapar, haus, perlindungan, seks, dan kebutuhan ragawi lainnya. Kebutuhan ini bobotnya paling rendah. Untuk memenuhi kebutuhan ini orang memerlukan pekerjaan untuk memperoleh uang.
b. Kebutuhan akan keamanan dan keselamatan (Safety and Security Needs) yaitu kebutuhan akan keamanan, keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional. Kebutuhan ini dipenuhi setelah kebutuhan pertama dipenuhi dan dipuaskan. Kebutuhan akan keamanan merefleksikan keinginan untuk mengamankan imbalan-imbalan yang telah dicapai dan untuk melindungi diri sendiri dari bahaya, cedera, ancaman, kecelakaan, kerugian atau kehilangan. Contohnya, setiap karyawan selain dirinya ingin memperoleh gaji yang memuaskan dalam pekerjaannya, ia juga memerlukan pekerjaan yang dapat memberikan keamanan dirinya dan bebas dari ancaman agar dirinya dapat bekerja lebih berprestasi.
c. Kebutuhan sosial (Affiliation or Acceptence Needs), yaitu kebutuhan untuk mendapatkan kawan, cinta, dan perasaan diterima pada kelompok dan lingkungannya. Contohnya, setiap karyawan selain menginginkan pekerjaan yang aman ia juga dapat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungannya sehingga ia dapat diterima oleh orang sekitarnya dan ia dapat lebih berprestasi dalam bekerja.
d. Kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan (Esteem or Status Needs), adalah kebutuhan akan penghargaan diri, serta penghargaan prestise. Mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga diri, ototomi dan prestasi, dan faktor hormat eksternal seperti status, pengakuan dan perhatian. Contohnya, setiap karyawan mempunyai harapan untuk dapat mencapai kebebasan diri dan memperoleh pengakuan untuk mencapai prestasi kerja.
e. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri sendiri (Self Actualization Needs) adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kecapakan, kemampuan, ketrampilan dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain. Contohnya, karyawan yang mempunyai jabatan setingkat dengan manajer mempunyai kecenderungan ingin memperoleh pekerjaan yang memberi peluang untuk mewujudkan dan meningkatkan potensi diri, kenaikan tingkat dalam mencapai prestasi seteleh kebutuhan harga diri terpuaskan.

2.6.4. Kedudukan Motivasi Dalam Meningkatkan Kinerja
Motivasi kerja merupakan suatu dorongan untuk melakukan suatu pekerjaan. Motivasi kerja erat hubungannya dengan kinerja atau performansi seseorang. Pada dasarnya motivasi kerja seseorang itu berbeda-beda. Ada motivasi kerjanya tinggi dan ada motivasi kerjanya rendah, bila motivasi kerjanya tinggi maka akan berpengaruh pada kinerja yang tinggi dan sebaliknya jika motivasinya rendah maka akan menyebabkan kinerja yang dimiliki seseorang tersebut rendah.
McClelland seorang pakar psikologi dari Universitas Harvard di Amerika Serikat mengemukakan bahwa kinerja seseorang dapat dipengaruhi oleh virus mental yang ada pada dirinya. Virus tersebut merupakan kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk mencapai kinerja secara optimal. Ada tiga jenis virus sebagai pendorong kebutuhan yaitu kebutuhan berprestasi, kebutuhan berafiliasi dan kebutuhan berkuasa. Karyawan perlu mengembangkan virus tersebut melalui lingkungan kerja yang efektif untuk meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan perusahaan.
Motivasi berprestasi merupakan suatu dorongan dengan ciri-ciri seseorang melakukan pekerjaan dengan baik dan kinerja yang tinggi. Kebutuhan akan berprestasi tinggi merupakan suatu dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk berupaya mencapai target yang telah ditetapkan, bekerja keras untuk mencapai keberhasilan dan memiliki keinginan untuk mengerjakan sesuatu secara lebih lebih baik dari sebelumnya. Karyawan dengan motivasi berprestasi tinggi sangat menyukai tantangan, berani mengambil risiko, sanggup mengambil alih tanggungjawab, senang bekerja keras. Dorongan ini akan menimbulkan kebutuhan berprestasi karyawan yang membedakan dengan yang lain, karena selalu ingin mengerjakan sesuatu dengan lebih baik. Berdasarkan pengalamam dan antisipasi dari hasil yang menyenangkan serta jika prestasi sebelumnya dinilai baik, maka karyawan lebih menyukai untuk terlibat dalam perilaku berprestasi. Sebaliknya jika karyawan telah dihukum karena mengalami kegagalan, maka perasaan takut terhadap kegagalan akan berkembang dan menimbulkan dorongan untuk menghindarkan diri dari kegagalan.

2.7. Insentif
2.7.1. Definisi Insentif
Ada beberapa definisi yang diungkapkan para ahli mengenai insentif, seperti:
1. Menurut Sarwoto (1996, p;144) dalam menyatakan insentif merupakan sarana motivasi, dapat berupa perangsang atau pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada para pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi dalam berorganisasi (Sujatmoko, 2007).
2. Adapun definisi insentif menurut Terry (1964) adalah : “Incentive is an important actuating tool. Human being tend to strive more intensely when the reward for accomplishing satisfies their personal demand”. (Sujatmoko, 2007)
Artinya: Insentif adalah alat penggerak yang penting. Manusia cenderung untuk berusaha lebih giat apabila balas jasa yang diterima memberikan kepuasan terhadap apa yang diminta.
3. Malayu S.P Hasibuan (2001, p;117), mengemukakan bahwa insentif adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar. Insentif ini merupakan alat yang dipergunakan pendukung prinsip adil dalam pemberian kompensasi.
4. Anwar Prabu Mangkunegara (2002, p;89), mengemukakan bahwa insentif adalah suatu bentuk motivasi yang dinyatakan dalam bentuk uang atas dasar kinerja yang tinggi dan juga merupakan rasa pengakuan dari pihak organisasi terhadap kinerja karyawan dan kontribusi terhadap organisasi (perusahaan).
5. Hani Handoko (2002, p;176), mengemukakan bahwa Insentif adalah perangsang yang ditawarkan kepada para karyawan untuk melaksanakan kerja sesuai atau lebih tinggi dari standar-standar yang telah ditetapkan.
(http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/07/pengaruh-pemberian-insentif-terhadap.html)

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa insentif merupakan salah satu bentuk rangsangan atau motivasi yang sengaja diberikan kepada karyawan untuk mendorong semangat kerja karyawan agar mereka bekerja lebih produktif lagi, meningkatkan prestasinya dalam mencapai tujuan perusahaan.

2.7.2. Jenis-Jenis Insentif
Pada dasarnya ada dua (2) jenis insentif yang dikemukan oleh Sarwoto (1996, p;155), yaitu :
1. Insentif Finansial
Insentif financial merupakan insentif yang diberikan kepada karyawan atas hasil kerja mereka, dan biasanya diberikan dalam bentuk uang berupa bonus, komisi, pembagian laba dan kompensasi yang ditangguhkan serta dalam bentuk jaminan sosial berupa pemberian rumah dinas, tunjangan lembur, tunjangan kesehatan, dan tunjangan-tunjangan lainnya.

2. Insentif Non Finansial
Insentif non finansial dapat diberikan dalam berbagai bentuk, antara lain:
a. Pemberian piagam penghargaan
b. Pemberian pujian lisan ataupun tertulis, secara resmi ataupun pribadi
c. Ucapan terimahkasih secara formal maupun informal
d. Promosi jabatan kepada karyawan yang baik selama masa tertentu serta dianggap mampu
e. Pemberian tanda jasa/medali kepada karyawan yang telah mencapai masa kerja yang cukup lama dan yang mempunyai loyalitas yang tinggi.
f. Pemberian hak untuk menggunakan sesuatu atribut jabatan (misalnya mobil,dll)
g. Pemberian perlengkapan khusus pada ruangan kerja
Sedangkan menurut Sondang P. Siagian (2002, p;268) mengemukakan bahwa jenis-jenis insentif adalah:
1. Piece work
Piece work adalah teknik yang digunakan untuk mendorong kinerja kerja pegawai berdasarkan hasil pekerjaan pegawai yang dinyatakan dalam jumlah unit produksi.
2. Bonus
Bonus adalah Insentif yang diberikan kepada pegawai yang mampu bekerja sedemikian rupa sehingga tingkat produksi yang baku terlampaui.

3. Komisi
Komisi adalah bonus yang diterima karena berhasil melaksanakan tugas dan sering diterapkan oleh tenaga-tenaga penjualan.
4. Insentif bagi eksekutif
Insentif bagi eksekutif ini adalah insentif yang diberikan kepada pegawai khususnya manajer atau pegawai yang memiliki kedudukan tinggi dalam suatu perusahaan, misalnya untuk membayar cicilan rumah, kendaraan bermotor atau biaya pendidikan anak.
5. Kurva “kematangan”
Adalah diberikan kepada tenaga kerja yang karena masa kerja dan golongan pangkat serta gaji tidak bisa mencapai pangkat dan penghasilan yang lebih tinggi lagi, misalnya dalam bentuk penelitian ilmiah atau dalam bentuk beban mengajar yang lebih besar dan sebagainya.
6. Rencana insentif kelompok
Rencana insentif kelompok adalah kenyataan bahwa dalam banyak organisasi, kinerja bukan karena keberhasilan individual melainkan karena keberhasilan kelompok kerja yang mampu bekerja sebagai suatu tim.
(http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/07/pengaruh-pemberian-insentif-terhadap.html)

2.7.3. Tujuan Pemberian Insentif
Tujuan pemberian insentif adalah untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak, yaitu:
1. Bagi perusahaan:
a) Mempertahankan tenaga kerja yang terampil dan cakap agar loyalitasnya tinggi terhadap perusahaan.
b) Mempertahankan dan meningkatkan moral kerja pegawai yang ditunjukkan akan menurunnya tingkat perputaran tenaga kerja dan absensi.
c) Meningkatkan produktivitas perusahaan yang berarti hasil produksi bertambah untuk setiap unit per satuan waktu dan penjualan yang meningkat.
2. Bagi pegawai:
a) Meningkatkan standar kehidupannya dengan diterimanya pembayaran di luar gaji pokok.
b) Meningkatkan semangat kerja pegawai sehingga mendorong mereka untuk berprestasi lebih baik.
Setiap orang apabila ditawarkan suatu ganjaran yang memberikan hasil yang cukup menguntungkan bagi mereka, maka ia akan termotivasi untuk memperolehnya. Alat motivasi yang kuat itu adalah dengan memberikan ‘insentif”.
Pemberian insentif terutama insentif material dimaksudkan agar kebutuhan materi pegawai terpenuhi, dengan terpenuhinya kebutuhan materi itu diharapkan pegawai dapat bekerja lebih baik, cepat dan sesuai dengan standar perusahaan sehingga output yang dihasilkan dapat meningkat daripada input dan akhirnya kinerja pegawai dapat meningkat.
Jadi pemberian insentif merupakan sarana motivasi yang dapat merangsang ataupun mendorong pegawai agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi peningkatan kinerja.
2.7.4. Indikator-Indikator Pemberian Insentif
Beberapa cara perhitungan atau pertimbangan dasar penyusunan insentif antara lain sebagai berikut:
1. Kinerja
Sistem insentif dengan cara ini langsung mengkaitkan besarnya insentif dengan kinerja yang telah ditunjukkan oleh pegawai yang bersangkutan. Berarti besarnya insentif tergantung pada banyak sedikitnya hasil yang dicapai dalam waktu kerja pegawai. Cara ini dapat diterapkan apabila hasil kerja diukur secara kuantitatif, memang dapat dikatakan bahwa dengan cara ini dapat mendorong pegawai yang kurang produktif menjadi lebih produktif dalam bekerjanya. Di samping itu juga sangat menguntungkan bagi pegawai yang dapat bekerja cepat dan berkemampuan tinggi. Sebaliknya sangat tidak favourable bagi pegawai yang bekerja lamban atau pegawai yang sudah berusia agak lanjut.
2. Lama Kerja
Besarnya insentif ditentukan atas dasar lamanya pegawai melaksanakan atau menyelesaikan suatu pekerjaan. Cara perhitungannya dapat menggunakan per jam, per hari, per minggu ataupun per bulan. Umumnya cara yang diterapkan apabila ada kesulitan dalam menerapkan cara pemberian insentif berdasarkan kinerja. Memang ada kelemahan dan kelebihan dengan cara ini, antara lain sebagai berikut:
a. Kelemahan
Terlihatnya adanya kelemahan cara ini sebagai berikut:
1) Mengakibatkan mengendornya semangat kerja pegawai yang sesungguhnya mampu berproduksi lebih dari rata-rata.
2) Tidak membedakan usia, pengalaman dan kemampuan pegawai.
3) Membutuhkan pengawasan yang ketat agar pegawai sungguh-sungguh bekerja.
4) Kurang mengakui adanya kinerja pegawai.

b. Kelebihan
Di samping kelemahan tersebut di atas, dapat dikemukakan kelebihan-kelebihan cara ini sebagai berikut:
1) Dapat mencegah hal-hal yang tidak atau kurang diinginkan seperti: pilih kasih, diskiminasi maupun kompetisi yang kurang sehat.
2) Menjamin kepastian penerimaan insentif secara periodik
3) Tidak memandang rendah pegawai yang cukup lanjut usia.
3. Senioritas
Sistem insentif ini didasarkan pada masa kerja atau senioritas pegawai yang bersangkutan dalam suatu organisasi. Dasar pemikirannya adalah pegawai senior, menunjukkan adanya kesetiaan yang tinggi dari pegawai yang bersangkutan pada organisasi di mana mereka bekerja. Semakin senior seorang pegawai semakin tinggi loyalitasnya pada organisasi, dan semakin mantap dan tenangnya dalam organisasi. Kelemahan yang menonjol dari cara ini adalah belum tentu mereka yang senior ini memiliki kemampuan yang tinggi atau menonjol, sehingga mungkin sekali pegawai muda (junior) yang menonjol kemampuannya akan dipimpin oleh pegawai senior, tetapi tidak menonjol kemampuannya. Mereka menjadi pimpinan bukan karena kemampuannya tetapi karena masa kerjanya. Dalam situasi demikian dapat timbul di mana para pegawai junior yang energik dan mampu tersebut keluar dari perusahaan/instansi.
4. Kebutuhan
Cara ini menunjukkan bahwa insentif pada pegawai didasarkan pada tingkat urgensi kebutuhan hidup yang layak dari pegawai. Ini berarti insentif yang diberikan adalah wajar apabila dapat dipergunakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan pokok, tidak berlebihan namun tidak berkekurangan. Hal seperti ini memungkinkan pegawai untuk dapat bertahan dalam perusahaan/instansi.
5. Keadilan dan Kelayakan
a. Keadilan
Dalam sistem insentif bukanlah harus sama rata tanpa pandang bulu, tetapi harus terkait pada adanya hubungan antara pengorbanan (input) dengan (output), makin tinggi pengorbanan semakin tinggi insentif yang diharapkan, sehingga oleh karenanya yang harus dinilai adalah pengorbanannya yang diperlukan oleh suatu jabatan. Input dari suatu jabatan ditunjukkan oleh spesifikasi yang harus dipenuhi oleh orang yang memangku jabatan tersebut. Oleh karena itu semakin tinggi pula output yang diharapkan. Output ini ditunjukkan oleh insentif yang diterima para pegawai yang bersangkutan, di mana di dalamnya terkandung rasa keadilan yang sangat diperhatikan sekali oleh setiap pegawai penerima insentif tersebut.

b. Kelayakan
Disamping masalah keadilan dalam pemberian insentif tersebut perlu pula diperhatikan masalah kelayakan. Layak pengertiannya membandingkan besarnya insentif dengan perusahaan lain yang bergerak dalam bidang usaha sejenis. Apabila insentif didalam perusahaan yang bersangkutan lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lain, maka perusahaan/instansi akan mendapat kendala yakni berupa menurunnya kinerja pegawai yang dapat diketahui dari berbagai bentuk akibat ketidakpuasan pegawai mengenai insentif tersebut.
6. Evaluasi Jabatan
Evaluasi jabatan adalah suatu usaha untuk menentukan dan membandingkan nilai suatu jabatan tertentu dengan nilai jabatan-jabatan lain dalam suatu organisasi. Ini berarti pula penentuan nilai relatif atau harga dari suatu jabatan guna menyusun rangking dalam penentuan insentif.
(Caray: http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/07/pengaruh-pemberian-insentif-terhadap.html)

2.8. Hubungan antara Lingkungan Kerja, Kemampuan Karyawan, Motivasi dan Pemberian Insentif Terhadap Kinerja Karyawan
Lingkungan kerja merupakan alat perkakas yang akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan jika lingkungan yang ada diperusahaan itu baik. Lingkungan kerja yang menyenangkan bagi karyawan melalui pengikatan hubungan yang harmonis antara atasan dengan bawahan, serta didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai yang ada ditempat bekerja akan membawa dampak positif bagi karyawan, sehingga kinerja meningkat. Dengan adanya lingkungan kerja yang baik maka akan tercipta suasana kerja yang menyenangkan dilingkungan perusahaan. Deangan adanya lingkungan kerja yang harmonis maka karyawan secara langsung akan ter-motivasi dalam bekerja sehingga karyawan dapat bekerja sesuai dengan harapan perusahaan.
Demikian juga dengan kemampuan karyawan. Dengan adanya kemampuan karyawan yang meliputi kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan penguasaan maka dengan demikian akan berpengaruh positip terhadap kinerja karyawan. Namun sebaliknya, bila para pegawai/karyawan tidak didukung dengan kemampuan yang baik, maka akan menurunkan kinerja karyawan sehingga akan menggangu dan menghambat tujuan perusahaan.
Pemberian motivasi kepada karyawan dan adanya motivasi dalam diri masig-masing karyawan dalam bekerja juga dapat membantu meningkatkan kinerja karyawan. Sebab terkadang para karyawan tidak selalu berada pada kondisi yang baik (stabil), baik itu kondisi fisik, kondisi mental maupun spiritual, sehingga dengan kondisi yang kurang baik ini para karyawan secara tidak langsung dalam melaksanakan kegiatan mereka di perusahaan akan menurunkan kinerja mereka yang tentunya juga akan merugikan perusahaan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lingkungan kerja akan berkaitan langsung dengan kemampuan karyawan dan motivasi dalam berorganisasi yang akhirnya akan menimbulkan kinerja karyawan sehingga terlihat adanya hubungan motivasi, kemampuan karyawan dan lingkungan kerja dengan kinerja karyawan.
Adanya insentif yang diberikan kepada karyawan secara langsung dapat meningkatkan kinerja dari karyawan. Dimana dengan adanya pemberian insentif akan dapat me-motivasi para karyawan dalam melakukan pekerjaan, sehingga dengan ada motivasi yang timbul akibat adanya pemberian insentif maka dengan sendirinya pekerjaan yang dibebankan kepada mereka dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Dengan kata lain dengan adanya pemberian insentif merupakan sarana motivasi yang dapat merangsang ataupun mendorong pegawai agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi peningkatan kinerja.
Thesis by: Manotas Sihombing,S.Hut.MM

No Response to "Bab II"

Post a Comment